Gusti Nurul, adalah seorang perempuan yang di masa mudanya tersohor karena kecantikan, kecerdasan, dan keteguhannya memegang sikap. Dia mendapat julukan ‘De Bloem van Mangkunegaran’ atau kembang dari Mangkunegaran.Gusti Nurul lahir di Istana Mangkenegaran pada 17 September 1921, buah pernikahan Sri Paduka Mangkunegara VII dengan Permaisuri, Gusti Ratu Timur. Di masa remaja hingga menjadi gadis, dia dikenal karena kecantikannya yang mampu memikat para pria, aktivitas sosial, bakat menari, kemampuan sastra, hingga prinsip hidupnya yang membuat banyak orang mengacungkan jempol.Pada tahun 1937, Gusti Nurul memenuhi undangan Kerajaan Belanda untuk menari di istana kerajaan dalam rangka pernikahan Putri Juliana.
Sang Putri dari Solo ini menari sendirian. Karena tidak ada gemelan pengiring di Belanda dan keterbatasan teknologi saat itu, iringan alunan gamelan dimainkan dari Pura Mangkunegaran dan dipancarkan secara langsung ke Belanda melalui Solosche Radio Vereeniging, radio yang dirintis Sang Putri.Solosche Radio Vereeniging, merupakan stasiun radio pertama di Indonesia. Di kemudian hari radio ini dikembangkan dan menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia (RRI).Sang putri juga dikenal sebagai aktivis sosial di masa mudanya. Dalam sejumlah catatan sejarah, Gusti Nurul juga memberikan sumbangsih pemikiran yang sangat penting di masa pergolakan fisik pasca kemerdekaan, terutama di Solo dan sekitarnya. Karenanya tak heran jika Ratu Ratu Wilhelmina dari Belanda memberinya sebutan ‘De Bloem van Mangkunegaran’ karena terkesima dengan kecantikan dan kecerdasannya.Selain itu dia juga terkenal sebagai seorang putri yang mahir bermain tenis dan mahir mengendarai kuda. Dalam cerita pada masanya, jika Sang Putri berlatih mengendarai kuda di lapangan depan istana, ratusan pemuda di Solo rela berdesakan menonton agar bisa melihat langsung paras Gusti Nurul.Meskipun dibesarkan di dalam istana kerajaan lekat dengan pandangan tradisional, Gusti Nurul lebih memilih hidup dengan pemikiran yang melampaui jamannya. Dia menentang keras praktik poligami. Dia dengan tegas menolak lamaran Bung Karno, Sutan Syahrir, Sultan Hamengku Buwono IX, maupun Pangeran Djati Kusumo (KSAD pertama, Putra Susuhunan Paku Buwono X).Presiden Soekarno memang tak secara langsung menyampaikan keinginannya untuk meminang Gusti Nurul si Kembang Mangkunegaran. Melalui sejumlah rekanlah Gusti Nurul tahu bahwa Bung Karno menaruh hati padanya.
Sebelum Gusti Nurul menikah, Bung Karno memang pernah berusaha mendekati putri Mangkunegara VII itu.
Salah satunya dengan mengundang Gusti Nurul dalam sebuah jamuan santap siang ke Istana Cipanas di Bogor, Jawa Barat. Ditemani sang ibu, Gusti Kanjeng Ratu Timoer, Gusti Nurul memenuhi undangan Bung Karno.
Bung Karno sempat mengajak Gusti Nurul berjalan-jalan berdua mengelilingi ruang dalam Istana Cipanas. Mereka melihat-lihat koleksi lukisan yang terpasang di dinding Istana. “Di Istana aku sempat melihat lukisan pemandangan bersama Presiden Sukarno,” tutur Gusti Nurul.
Di Istana Cipanas itulah Bung Karno meminta Basuki Abdullah melukis wajah Gusti Nurul. “Setelah jadi, lukisan tersebut dipasang di kamar kerja Presiden (Sukarno) di Istana Cipanas,” kata Gusti Nurul.
Setelah melalui berbagai pendekatan itu Gusti Nurul mengatakan bila seandainya Bung Karno melamar dirinya, Gusti Nurul pasti akan menolak.
Alasannya sama seperti saat Gusti Nurul menolak pinangan Sutan Sjahrir. “Sebagai tokoh Partai Sosialis Indonesia, ia (Sjahrir) tidak mungkin menikah dengan putri bangsawan yang dianggap feodal,” kata Gustu Nurul.
Hal yang sama juga akan dikatakan Gusti Nurul seandainya Bung Karno jadi melamarnya. “Sebagai tokoh PNI, tak mungkin ia menikah denganku,” tuturnya.
Namun penolakan terhadap Bung Karno tak hanya karena alasan ideologi. Sikap tegas Gusti Nurul yang menolak poligami menjadi alasan dia menolak Bung Karno yang saat itu sudah menjadi suami Fatmawati.
Sikap hidupnya yang tegas menolak poligami itu tercurah dalam salah satu puisi karyanya:
Kupu tanpa sayap
Tak ada di dunia ini
Mawar tanpa duri
arang ada atau boleh dikata tidak ada
Persahabatan tanpa cacat
Juga jarang terjadi
Tetapi cinta tanpa kepercayaan
Adalah suatu bualan terbesar di dunia ini
Selanjutnya dia justru memilih menikah dengan Soerjosojarso, seorang perwira menengah tentara yang justru sejak awal tidak memiliki karir yang moncer, namun dia merasa menemukan kesetiaan cinta pada diri sang perwira.
Setelah menikah hingga wafatnya dia memilih menetap di Bandung, menjauhi hingar-bingar dan kemewahan kehidupan di dalam istana.Sang legenda itu tutup usia pada Selasa (10/11/2015) pukul 08.20 WIB di St Cartolus Bandung. Dia meninggal dalam usia 94 tahun dengan meninggalkan 7 orang anak, 14 cucu dan 1 cicit.
Sang Putri dari Solo ini menari sendirian. Karena tidak ada gemelan pengiring di Belanda dan keterbatasan teknologi saat itu, iringan alunan gamelan dimainkan dari Pura Mangkunegaran dan dipancarkan secara langsung ke Belanda melalui Solosche Radio Vereeniging, radio yang dirintis Sang Putri.
Sebelum Gusti Nurul menikah, Bung Karno memang pernah berusaha mendekati putri Mangkunegara VII itu.
Salah satunya dengan mengundang Gusti Nurul dalam sebuah jamuan santap siang ke Istana Cipanas di Bogor, Jawa Barat. Ditemani sang ibu, Gusti Kanjeng Ratu Timoer, Gusti Nurul memenuhi undangan Bung Karno.
Bung Karno sempat mengajak Gusti Nurul berjalan-jalan berdua mengelilingi ruang dalam Istana Cipanas. Mereka melihat-lihat koleksi lukisan yang terpasang di dinding Istana. “Di Istana aku sempat melihat lukisan pemandangan bersama Presiden Sukarno,” tutur Gusti Nurul.
Di Istana Cipanas itulah Bung Karno meminta Basuki Abdullah melukis wajah Gusti Nurul. “Setelah jadi, lukisan tersebut dipasang di kamar kerja Presiden (Sukarno) di Istana Cipanas,” kata Gusti Nurul.
Setelah melalui berbagai pendekatan itu Gusti Nurul mengatakan bila seandainya Bung Karno melamar dirinya, Gusti Nurul pasti akan menolak.
Alasannya sama seperti saat Gusti Nurul menolak pinangan Sutan Sjahrir. “Sebagai tokoh Partai Sosialis Indonesia, ia (Sjahrir) tidak mungkin menikah dengan putri bangsawan yang dianggap feodal,” kata Gustu Nurul.
Hal yang sama juga akan dikatakan Gusti Nurul seandainya Bung Karno jadi melamarnya. “Sebagai tokoh PNI, tak mungkin ia menikah denganku,” tuturnya.
Namun penolakan terhadap Bung Karno tak hanya karena alasan ideologi. Sikap tegas Gusti Nurul yang menolak poligami menjadi alasan dia menolak Bung Karno yang saat itu sudah menjadi suami Fatmawati.
Sikap hidupnya yang tegas menolak poligami itu tercurah dalam salah satu puisi karyanya:
Kupu tanpa sayap
Tak ada di dunia ini
Mawar tanpa duri
arang ada atau boleh dikata tidak ada
Juga jarang terjadi
Tetapi cinta tanpa kepercayaan
Adalah suatu bualan terbesar di dunia ini
Setelah menikah hingga wafatnya dia memilih menetap di Bandung, menjauhi hingar-bingar dan kemewahan kehidupan di dalam istana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar