Mojokerto, Tersangka ujaran kebencian SARA, Buni Yani masih bersikukuh untuk memperjuangkan pembatalan status tersangka yang kini disandangnya.
Atas dasar itu, Buni beserta tim kuasa hukumnya mengajukan sidang praperadilan dengan menghadirkan beberapa saksi ahli dan saksi fakta.
Beberapa di antaranya adalah Ahli Hukum Doktor Alfitra. Alih-alih mendapat kepuasan, ahli yang dihadirkan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta tersebut justru kerap kali memberi pernyataan yang senada dengan termohon, Polda Metro Jaya.
Salah satu yang diamini saksi ahli adalah Perkap nomor 12 tahun 2009 tentang manajemen penyidikan yang dikeluhkan Buni Yani.
Hal tersebut tercermin saat Kombes Agus Rohmat sebagai salah satu termohon menanyakan tentang peraturan yang menjadi dasar penangkapan tersangka Buni Yani.
“Berdasarkan Pasal 101 Perka Polri nomor 14 tahun 2012, perkap nomor 12 tahun 2009 sudah dicabut. Menurut ahli, Perkap ini apakah masih bisa digunakan?” tanya Agus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12).
Menjawab pertanyaan dari termohon, Alfitra memaparkan bahwa yang menjadi acuan tindakan adalah melalui peraturan terbaru, bukan yang lama.
“Jika Perkap sebelumnya telah dihapus, maka mengacu pada pertap yang baru,” jawab Alfitra.
Tak sekadar itu, saat termohon mempertanyakan ketetapan gelar perkara dalam prosedur penetapan tersangka terhadap Buni Yani, jawaban ahli pun sejalur dengan termohon.
“Dalam ilmu hukum yang saya pelajari, tidak semua perkara hukum dilakukan gelar perkara. Jadi gelar perkara tidak menjadi suatu keharusan,” ujar Alfitra.
Mendengar sejumlah penjelasan dari ahli hukum yang sependapat, beberapa pemohon dari Polda Metro Jaya terlihat sedikit tersenyum.
Seperti diketahui, praperadilan yang diajukan Buni Yani tak lain karena sejumlah prosedur penangkapan yang dianggap menyalahi aturan. Dari mulai surat pemanggilan yang dianggap tidak beralasan, hingga anggapan tidak adanya gelar perkara dalam penetapan tersangka terhadapnya.
Atas dasar itu, Buni beserta tim kuasa hukumnya mengajukan sidang praperadilan dengan menghadirkan beberapa saksi ahli dan saksi fakta.
Beberapa di antaranya adalah Ahli Hukum Doktor Alfitra. Alih-alih mendapat kepuasan, ahli yang dihadirkan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta tersebut justru kerap kali memberi pernyataan yang senada dengan termohon, Polda Metro Jaya.
Salah satu yang diamini saksi ahli adalah Perkap nomor 12 tahun 2009 tentang manajemen penyidikan yang dikeluhkan Buni Yani.
Hal tersebut tercermin saat Kombes Agus Rohmat sebagai salah satu termohon menanyakan tentang peraturan yang menjadi dasar penangkapan tersangka Buni Yani.
“Berdasarkan Pasal 101 Perka Polri nomor 14 tahun 2012, perkap nomor 12 tahun 2009 sudah dicabut. Menurut ahli, Perkap ini apakah masih bisa digunakan?” tanya Agus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12).
Menjawab pertanyaan dari termohon, Alfitra memaparkan bahwa yang menjadi acuan tindakan adalah melalui peraturan terbaru, bukan yang lama.
“Jika Perkap sebelumnya telah dihapus, maka mengacu pada pertap yang baru,” jawab Alfitra.
Tak sekadar itu, saat termohon mempertanyakan ketetapan gelar perkara dalam prosedur penetapan tersangka terhadap Buni Yani, jawaban ahli pun sejalur dengan termohon.
“Dalam ilmu hukum yang saya pelajari, tidak semua perkara hukum dilakukan gelar perkara. Jadi gelar perkara tidak menjadi suatu keharusan,” ujar Alfitra.
Mendengar sejumlah penjelasan dari ahli hukum yang sependapat, beberapa pemohon dari Polda Metro Jaya terlihat sedikit tersenyum.
Seperti diketahui, praperadilan yang diajukan Buni Yani tak lain karena sejumlah prosedur penangkapan yang dianggap menyalahi aturan. Dari mulai surat pemanggilan yang dianggap tidak beralasan, hingga anggapan tidak adanya gelar perkara dalam penetapan tersangka terhadapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar